Saudara-saudaraku yang saya cintai karena AllahSekiranya kita patut untuk terus menyukuri nikmat AllahMenjadikan nikmat itu sebagai tenaga kita dalam segala hal. Menjadikanya sebuah power dan bahkan super power untuk melaksanakan Amanah-Nya. Amanah yang dipesan oleh Allah dalam kitab sucinya. Kemudian menjadikan kita semua sebagai palaku Narasi-Nya.
Siapapun kita yang menjalankan Amanah itu, kemudian untuk kepentingan dirinya serta manusia selainnya. Maka dialah manusia terbaik, begitulah sabda dari Sang Kekasih-Nya, Muhammad namanya.
Berawal dari kisah seorang Aktivis Politik, Sosial, Agama dan bisa dikatakan pula aktivitas lain yang dilakukannya menjadi inspirasi orang yang mengenalnya. Beliau pernah ditanya dalam sebuah wawancara. “Apa yang anda rencanakan untuk diri anda setelah checkout dari politik?”, tanya si jurnalis. Aktivis itu bilang, “mengajar!”. Kemudian jurnalis itu memberikan pilihan dalam pertanyaannya, “Bisnis atau mengajar?”, kata si Jurnalis. Namun jawabannya pun sama, “saya ingin mengajar” kata aktivis tersebut. Kemudian jurnalis tersebut bertanya kembali, “Mengapa?”. Maka dijawablah, “Atta’alimuu sunnatul anbiya’, mengajar itu adalah pekerjaan para nabi”. Begitulah jawaban seorang Aktivis tersebut.
Subhanallah, jadi Saya mengajak diri saya pribadi dan saudara-saudaraku untuk tidak minder, merasa rendah diri. Semata-mata hanya karena pekerjaan kita nanti adalah, seorang guru. Karena guru itu adalah tugas mulia, karena sejatinya pekerjaan seperti para nabi. Dan kita lah sang penerus warisan itu Insya Allah.
Dan perubahan paling besar yang bisa kita ciptakan dalam kehidupan manusia itu hanya mungkin kita lakukan, jika kita memposisikan diri sebagai guru, dalam seluruh pekerjaan kita. Baik itu di dunia pendidikan khususnya, di dunia ekonomi, didunia social politik, birokrasi dan seterusnya.
Nah, saudara-saudaraku yang saya cintai karena Allah. kita ini bergerak dalam bidang yang paling substansial dalam kehidupan manusia. Disebebkan karena mengajar itu Bukan Cuma memindahkan materi / mengajarkan materi kepada murid. Tetapi hakikat mengajar itu sesungguhnya adalah sina’atul insan, membentuk manusia.
Dan begitu kita menyadari bahwa hakikatnya adalah sina’atul insan, maka pekerjaan kita yang paling inti sebenarnya adalah bagaimana merekonstruksi seorang manusia. Dalam suatu masa bagaimana dia berinteraksi dengan kita Dalam proses belajar mengajar. Dan menjadikan momentum itu sebagai suatu momen yang dimana dirinya merekonstruksi dirinya secara keseluruhan.
Jadi 5 tahun, 10, atau bakhan 20 tahun lebih kemudian, jika orang itu ditanya salah satu momen apa yang paling berpengaruh di dalam hidupnya, maka dia seharusnya menyebut adalah momen ketika berinteraksi bersama kita.
Mari berfikir serius tentang ini. Salah satu poin dalam proses Sina’atul insan itu ialah membentuk kembali mainset, cara berfikir manusia. Mengajak Berfikir dengan cara yang jauh lebih progresif dari pada yang sebelumnya.
Krenanya
membentuk mainset, membentuk karakter manusia. Maka pelaku arsitek peradaban manusia
muslim (terutama seorang pengajar/guru/pendidik) itu setidaknya mempunayai 4
mainset secara berfikir. 4 mainset arsitek peradaban.
- Manusia muslim itu harus mempunyai yang
disebut dengan Akliyatu Handasyah.
Mainset Engineering, mainset sebagai perekayasa.
- Manusia muslim itu harus punya Akliyatu Taskhiir, Mainset sebagai
penakluk.
- Manusia muslim itu harus punya yang disebut dengan Akliyatut Tajriib, mainset sebagai penjelajah.
- Akliyatul i'daad, mainset sebagai innovator.
Mainset yang pertama Akliyatu Handasyah, saudara-saudaraku sekalian. Itu
sebenarnya murni karena demikianlah Allah mengatur struktur kehidupan kita,
maka kita harus memiliki sifat Akliyatu handasyah. Mainset perekayasa.
Kalau kita lihat pada ayat-ayat dasar penciptaan, Allah mengatakan dalam QS. Al Baqarah ayat 30,
...Innii Jaa 'ilun filardhi khaliifah
"Sesungguhnya Aku hendak menjadikan
seorang khalifah di muka bumi"
Maka, untuk itulah Allah menciptakan kita semua
di semesta ini. Untuk merealisasikan kehendak-kehendak Allah dalam kehidupan
kita di Bumi ini. Dan inilah yang kemudian menjadi pendukung unsur-unsur
peradaban.
Yang pertama adalah Misi,
yang ke dua adalah manusia sebagai pelaku,
yang ke tiga adalah ruang, tempat,
dan yang ke 4 adalah waktu,
Yang pertama adalah Misi,
yang ke dua adalah manusia sebagai pelaku,
yang ke tiga adalah ruang, tempat,
dan yang ke 4 adalah waktu,
Misi itulah yang dituliskan
Allah dalam kitab suci dan dijelaskan serta dijalankan oleh nabi-nabi, sebagai
pelakunya. Maka itulah pekerjaan mereka. Berarti kalau kita menyampaikan
kebaikan-kebaikan dalam kitab suci dan AsSunnah dan mengajak manusia, dalam
masa-masa yang berbeda, dalam perubahan ruang dan waktu. Maka bisa dikatakan
kita telah melaksanakan pekerjaan, seperti pekerjaan nabi-nabi. Karena kita
termasuk dalam unsur peradaban.
Nah, saudara-saudara sekalian
dengan cara seperti ini, Al Quran ingin mengajarkan kita tentang satu poin
dalam cara berfikir. Bahwa jika tujuan hidup kita mengatur kehidupan ini,
missal dalam dunia pendidikan. Maka tugas kita ini sebenarnya adalah tugas
seorang desainer dan Engineer, perekayasa. akliyatu
handasyah.
Dengan mempertimbangkan realitas-realitas ruang dan waktu.
Nah, pemikiran
seperti inilah yang sering hilang dalam kehidupan kita sekalian. Itulah makanya
hidup kita sering diatur oleh orang lain, karena kita sendiri tidak tahu
bagaimana cara mengatur hidup kita sendiri dengan baik.
Yang ke dua
Akliyatu Taskhiir, mainset penakluk
Kalau kita menonton acara Planet Animals, kita akan tau sesi
program tentang Wild Animals,
binatang liar. Coba perhatikan cara singa atau harimau memandang. Singa itu
kalau dibanding gajah, badanya tidak terlalu besar. Tapi apa yang disebut raja
hutan itu gajah?, tidak. Bukan juga badak, bukan juga jerapah, atau bukan juga
buaya. Tapi singa. Perhatikan cara singa memandang, pandangannya itu adalah
pandangan sang penakluk.
Nah, kalo kita fight sama singa kita pasti kalah, kalau
kita fight sendiri dengan singa tanpa
alat pelindung. Tapi dengan akal kita, kita bisa kumpulkan sing-singa itu dalam
sebuah sebuah taman safari yang indanh. Itulah yang disebut dengan Akliyatu Taskhiir.
Manusia itu tidak bisa
menyelam seperti ikan, tidak bisa terbang seperti burung, dan tidak bisa
berlari seperti ceetah. Tapi dengan tools yang namanya akal/ Mindset ini. Kita
bisa menciptakan kapal selam yang jauh lebih bisa menyelam besar dari pada
ikan, pesawat terbang yang jaraknya jauh lebih panjang daripada yang bisa
ditempuh oleh burung, dan kendaraan-kendaraan cepat lainnya. Itulah penaklukan.
Yang ke Tiga
Adalah Akliyatut Tajriib, mainset sebagai penjelajah
Aqliyatu Tajribiyah atau mindset
eksperimentasi. Seorang Muslim harus mengeksekusi gagasan mulianya. Melalukan
uji coba atas inovasi dan kreativitasnya dalam sebuah laboratorium kehidupan.
Trial and error. Uji coba, gagal, evaluasi, sempurnakan lalu coba lagi. Begitu
seterusnya sampai berhasil.
Allah SWT. Berfirman dalam Al Quran
...Siiruu fil ardhi fan dhuru..
"Berjalanlah kamu (di muka) bumi, lalu perhatikanlah”
Jadi, Jelajahilah bumi ini,
lalu lihat, perhatikan, analisa. Berapa kali itu terulang dalam alquran.
Itu adalah metodologi yang diajarkan oleh quran
kepada kita semuannya. Studi banding, belajar kemana mana, jelajahi, perhatikan dan ambil ilmunya
Yang ke 4,
Adalah Akliyatul i'daad, mainset sebagai innovator
SEBUAH PUISI
“ Tuhan engkau menciptakan
hutan-hutan…
“Dan aku merubahnya menjadi
taman-taman…
Hutan itu adalah pencitaan
pertama, dan merubah hutan menjadi taman itu adalah penciptaan kedua, dan
itulah yang disebut sebagai Innovator dan memikirkan hal-hal yang tidak
difikirkan oleh kebanyakan orang. Inovasi inilah yang harus kita miliki dan
kita ajarkan juga kepada anak-anak didik kita kelak. Termasuk juga anak kandung
kita sendiri.
semoga memberikan inspirasi
serta membuka cakrawala berfikir kita semua dengan lebih baik. Aamiin.
Tulisan ini,
Inspirasi dari sebuah kajian yang saya kagumi
sekali pematerinya. :)-