Selasa, 24 Desember 2019

GERAKAN LITERASI SEKOLAH (GLS)

LITERASI dalam kontek Gerakan Literasi Sekolah (GLS) adalah kemampuan mengakses, memahami, dan menggunakan sesuatu secara cerdas melalui berbagai aktivitas, antara lain membaca, melihat, menyimak, menulis dari/atau berbicara (Kemendikbud,2016). kegiatan ini dilaksanakan sebagai upaya menyeluruh untuk menjadikan sekolah sebagai organisasi pembelajaran yang seluruh anggotanya literet sepanjang hayat melalui pelibatan publik. Artinya semua warga sekolah dimulai dari peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, kepala sekolah, komite sekolah, dan orang tua peserta didik selaku anggota masyarakat memiliki peran yang sangat penting demi kelancaran GLS. 

Keberhasian kegiatan GLS ditentukan oleh 3 komponen pendukungnya, yaitu: Pertama, Lingkungan Fisik Sekolah, mampu menyediakan fasilitas, sarana prasarana literasi seperti perpustakaan yang representative, koleksi buku-buku yang up-to-date, hot-spot area atau free wifi sehingga mudah diakses oleh warga sekolah kaan saja. Kedua, Lingkungan sosial dan afektif, warga sekolah akan mendukung dan berpartisipasi aktif dalam melaksanakan gerakan literasi sekolah. Ketiga, Lingkungan Akademik, tersedianya progam literasi yang nyata dan bisa dilaksanakan oleh warga sekolah beserta dukungan pendanaan yang memadahi yang tertuang dalam Rancangan Anggaran Kerja Sekolah (RAKS).

Adapun teknis pelaksanaan GLS menurut buku panduan GLS di Sekolah Menengah Atas dibagi menjadi 3 jenis kegiatan: 

Pertama, Kegiatan tahap pembiasaan. pada tahap ini kegiatan membaca dalam hati, membaca nyaring, menyimak yang memiliki tujuan untuk meningkatkan rasa cinta baca di luar pelajaran; meningkatkan kemampuan memahami bacaan; meningkatkan rasa percaya diri; dan menumbuhkembangkan penggunaan berbagai sumber bacaan. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan membiasakan membaca 15 menit memulai pelajaran atau 15 sesudah pelajaran berakhir. 

Kedua, kegiatan tahap pengembangan. Kegiatan pada tahap ini pada prinsipnya merupakan kegiatan tindak lanjut dari tahap pembiasaan. Pada tahap ini peserta didik didorong untuk menunjukkan keterlibatan pikiran dan emosinya dalam proses membaca melalui kegiatan produktif secara lisan maupun tulisan. Kegiatan produktif ini tidak selalu dinilai secara akademik Misalnya ketika peserta didik selesai membaca sebuah novel, maka tahap pengembangannya dapat dilanjutkan dengan menuliskan resensi (ulasan) atau sunopsisnya (jalan ceritanya). Disini peserta didik menjelaskan keunggulan dan kelemahannya, serta menyimpulkannya dengan kalimatnya sendiri. 

Ketiga, Kegiatan Tahap Pembelajaran. Kegiatan ini dilakukan untuk mendukung pelaksanaan kurikulum yang menyaratkan peserta didik membaca buku nonteks pelajaran. Akan tetapi dalam pelaksanaannya harus tetap mempertimbangkan prinsip-prinsip diantaranya; buku yang dibaca berupa buku tentang pengetahuan umum, kegemaran minat khusus atau buku multimodal, dan juga buku-buku yang dpat dikaitkan dengan mata pelajaran yang ada; dan tagihan peserta didik yang bersifat akademis (dikaitkan dengan penguasaan mata pelajaran yang relevan). sehingga tujuan berliterasi pada tahap ini menurut Anderson & Krathwol, antara lain: untuk mengembangkan kemampuan peserta didik dalam memahami teks dan mengaitkannya dengan pengalaman individu sehingga terbentuk individu pembelajar sepanjang hayat; mengembangkan berfikir kritis;n dan mengolah dan mengelola kemampuan kerkomunikasi secara kreatif, baik verbal, tulisan, video, maupun dgital melalui kegiatan menanggapi buku bacaan dan buku pelajaran. 

sumber:
DERAP GURU | Edisi 238 Nov-2019