Rabu, 31 Agustus 2016

SEBUAH KEPUTUSAN

Sebuah Kisah
di Papua

       Kami datang dengan bekal ilmu yang kami miliki, dengan tekad sepenuh hati, serta perubahan yang bukan lagi kami anggap mimpi. Kondisi apapun harus kami hadapi di lokasi penugasan mengabdi, itulah tugas bagi seluruh peserta SM-3T saat ini, bahkan mungkin akan sampai nanti.
            Sekolah-sekolah lokasi kami mengaplikasikan ilmu-ilmu bukanlah sekolah yang lengkap dengan tempat praktiknya, bukanlah sekolah yang lengkap dengan alat-alat laboratoriumnya, bukanlah sekolah yang lengkap dengan tenaga pendidiknya, bukanlah sekolah yang lengkap dengan buku-bukunya, bukanlah sekolah yang terlihat tulisan-tulisan motivasi di dinding-dinding kelasnya, bukanlah sekolah yang terdapat tempat parkirnya, apalagi pos satpamnya. Sekolah-sekolah sasaran kami mewujudkan mimpi putra-putri bangsa ini adalah lokasi dengan bangunan seadanya serta cukup untuk bisa berhitung , membaca dan menulis. Bangunan kotak yang terdapat beberapa tumpukan buku seadanya, papan tulis serta meja dan kursi.

Kecewa, itu Manusiawi
            SM-3T Distrik Ilugwa mengukir sejarah tinta peradaban di SMP dan SMA N Ilugwa, karena SD sebelah sudah banyak guru yang mengajarkan pelajaran. 4 bertugas di SMP dan 3 di SMA. Jumlah siswa yang bisa dihitung saat berbaris dihalaman sekolah. kurang lebihnya 67 adalah siswa SMP yang terlihat selama kami mengajar, serta tiap hari rata-rata 14 yang hadir di SMA. Pun dengan tenaga pendidik yang tidak sesuai dengan daftar hadir di atas meja kantor dengan jumlah sekian banyak, namun hanya 3-4 orang yang terlihat di SMP dan 1 orang saja di SMA. Kekecewaan diri ini semakin membuncah rasanya, saat kepala sekolah SMA yang hanya datang ke sekolah hampir sebulan sekali. Entah kesibukan apa yang dimiliki, namun kami tidak menanggapi terlalu  dini, fokus kami hanya menjadi pendidik bagi mereka yang berseragam berangkat dengan kaki menuju medan perubahan setiap hari.

Tugas Kami, Ringan Sekali!
            Berangkat setiap pagi demi mimpi putra-putri pertiwi. Sekolah yang berdiri kokoh dengan tembok baru seumur jagung. Meja kursi tertata rapi setiap kelas dengan papantulis putih yang lumayan lusuh bekas hapusan spidol hitam yang lekat. Kelas 1 dengan jumlah 10 siswa, kelas dua 6 siswa dan kelas 3 berjumlah 3. 19 anak pedalaman yang yunik dengan hitam kulit serta keriting rambutnya selalu siap siaga menerima ilmu-ilmu perubahan diri gapai mimpi.
            Kesibukan 7 heroes di sekolah melebihi guru-guru aktif di perkotaan, terlebih di SMA. Tugas kami mungkin lebih dari hanya sekedar seorang pendidik. Tugas kami adalah mendidik siswa, mendisiplinkan siswa, menyuruh mereka memasukkan baju, menghukum mereka jika melanggar peraturan, menyusun jadwal pelajaran dan membagi tugas ke masing-masing guru yang bertugas, menjadi panitia UAS yang menyusun konsep serta mengaplikasikanya, membuka dan menutup pintu-pintu kelas sekolah dengan kunci-kunci yang menjadi satu bendel bersama ikatan tali pramuka yang lusuh berwarna putih keabu-abuan cokelat.
            Tugas kami “menghidupkan sekolah”, sekolah  yang sebelumnya mati suri. Ya, mati suri sebelum kedatangan kami. Suri karena mati, tidak ada manusia pendidik yang meski terdapat nama-nama tertulis pada data absensi di kantor “sekolah pertiwi”. Tugas kami menyenangkan anak-anak pedalaman dengan pembelajaran, tugas kami merawat sekolah dari tangan-tangan yang belum mengerti adab merawat tembok putih yang bersih dari coretan arang hasil pembakaran kayu-kayu pegunungan. Tugas kami melengkapi sarpras yang belum terlihat seperti bel, maka kami gunakan Velg roda mobil sebagai tanda alarm, ataukah penghapus, sulak, mading  yang tidak terlihat sama sekali, tugas kami melengkapi semua dengan kemampuan seadanya.
            Tugas kami menjadi kepala sekolah dengan konsep yang kami susun bersama awalnya. Tugas kami menjadi Waka Kurikulum dengan pembagian jam mengajar seperti biasanya yang kami bagi sendiri tanpa ada guru menyertai. Tugas kami menjadi Waka Sarpras, yang harus melengkapi kebutuhan-kebutuhan pembelajaran, kebersihan, serta  kebutuhan lain yang belum lengkap. Maka TUGAS KAMI BUKAN MERANGKAP JABATAN, NAMUN KAMI BERTINDAK SESUAI KEADAAN. 

            Pergi demi sejuta mimpi Agri*
            Alunkan ilmu perubahan diri
            Merengkuh tegar berdiri sendiri
            Tanpa guru-guru penghianat Neg’ri
           
            Menikmati tanpa rasa dengki dihati
            Fokus abdi kami demi perubahan anak-anak pertiwi
            Membaca, menulis, serta hitung tiap hari
            Bersama sahabat meja dan kursi

            Hidupkan!, hidupkan serta nyalakan!
            Jangan hanya diam bersama hitam kenyataan
            Kami datang bukan merangkap jabatan
            Namun kami bertindak sesuai keadaan
                       
                        *Agri (Anak Neg’ri)

2015
Sahabatmu
Lion :)

Selasa, 30 Agustus 2016

THE POWER OF MENTARI

Sebuah Kisah
di Papua        


         Menyapa hangat dari ufuk timur bumi Nusantara. Bercahaya dengan warna seperti biasanya. Terlihat diantara pegunungan yang mengelilingi bumi Ilugwa, seakan memberi kesan energi posi+ive untuk dinikmati diantara hembusan suhu dingin bumi. Bersama keindahan alam Ilahi, aduhai sungguh amazing saat kami nikmati dengan secangkir kopi dipagi hari.

Panas itu Nikmat
            Ilugwa adalah 1 dari 4 Distrik yang memiliki suhu paling extreme, dingin. Setiap pagi tidak jarang teman-teman selalu memandangi Thermometer yang terpaSang di dinding depan kamar. 21-23 adalah suhu rata-rata saat siang dengan mentari terlihat terang. Sedangkan 10 adalah sekitar suhu rata-rata yang kami rasakan saat pukul 3 pagi untuk buang air, hehehe. Ditambah hembusan angin yang tidak pernah absen setiap hari.
            Hembusan angin setiap siang selalu menemani panas yang tidak terasa seperti yang kami rasa di Jawa. Pun anak-anak sekolah yang sering berjemur di depan kelas mereka. Suatu hari saya melihat keyunikan langka, dan memang baru saat itu saya melihatnya, hahaha. Mereka berjemur tiduran terlentang di rerumputan depan kelas mereka, namun masih tetap mengenakan seragam, bukan seperti “bule” yang berjemur dipantai teman, hehehe. Saling berdialong dengan bahasa pedalaman, mereka bercanda dan tertawa sesamanya sembari menikmati kehangatan senyum mentari dari langit Ilahi.
            Berjemur juga sering kami lakukan saat disekolah, saat jam pelajaran sembari menunggu mereka menulis dan saat-saat istirahat. Namun tidaklah seperti yang mereka lakukan saat berjemur. Hahaha, kami hanya berdiri depan kantor sembari menikmati pemandangan bukit hijau dengan jalanan bebatuan yang meliuk-liku terlihat seperti ular turun dari gunung menuju lembah yang akan memangsa binatang ternak diarea sawah, hahaha. Terkadang juga saya nikmati kehangatan ini dengan sembari mengangkat satu kursi dengan satu buku. Membaca sambil menikmati, kadang juga dengan secangkir kopi. Amazing sekali. Namun ingat, nikmati saat jam istirahat, jangan saat jam pelajaran. J

Tanda Alarm
            Mentari menjadi sumber tanda dimulainya pagi. Jangan heran saat pukul 07.30 pagi mereka baru terlihat dilajan-jalan dengan tikungan tajam nan jauh di ujung bukit tinggi seberang, itu pun perjalanan mereka menyisakan sekitar 30 menit hingga sampai disekolah tujuan. Jalan kaki, yah, itulah yang mereka lakukan menuju sekolah setiap pagi hari bersama para sahabat-sahabat sejati.
            Pembelajaran dikelas dimulai pukul 08.00 untuk jam pertama. Tidak jarang pula mereka masih saja ada yang terlambat datang ke kelas, bukan karena mereka malas datang ke sekolah, namun karena memang rumah mereka yang lebih jauh serta pula membantu orang tua dulu sebelum menuju bangku dan buku.
            Minggu-minggu pertama pembelajaran saya pernah mengatakan kepada mereka yang terlambat untuk berangkat lebih pagi dari biasanya. Jika perjalanan memakan waktu 2 jam berarti berangkat dari rumah sekitar pukul 06.00 atau kurang dari itu. Dan jawaban mereka membuat saya menyesal saat saya menindak mereka-mereka yang terlambat. Sebagian besar mereka menjawab tidak memiliki jam dirumah, dan sebagian besar alarm mereka berdasarkan mentari yang muncul setiap pagi. Jika mentari (terang-benderang) muncul pukul 06.00 maka waktu itulah mereka mulai bersih diri, bantu orang tua, kasih makan wam (babi), sarapan, dan kemudian berangkat sekolah, semakin siang mentari tampak maka semakin siang mereka sampai disekolah. Jawaban yang realistis bukan?, memang, memang itulah kenyataan, dan jangan heran, hehehe. Apalagi mereka berangkat dengan antusiasme yang tinggi demi ilmu memperbaiki kualitas diri, dengan berjalan kaki menuju bangku dan kursi. Maka, tetap hargai mimpi anak Neg’ri. J

Untung ada Mentari!
            Pedalaman sangat erat kaitanya dengan keterbatasan dan ketertinggalan. Apalagi dengan materi teknologi. Bicara pedalaman dengan perkembangan teknologi sama saja seperti memberikan materi statistik dengan anak SD, ataukah membahas konsep ketuhanan dengan orang Atheis, hehehe.
            Sell Surya, Baterai (AKI) besar, Kabel, serta Converter Arus DC ke AC. Sell surya sebagai penangkap panas matahari kemudian dikonversi ke listrik. Baterai sebagai penampung listrik. Kabel sebagai penyalur listrik dari Sell surya ke Baterai, dan dari Baterai menuju Converter. Serta Converter yang berfungsi sebagai perubah arus DC dari Baterai menjadi Arus AC yang siap dipakai untuk keperluan energi charge pada HP, Laptop ataukah lampu. Komponen-komponen diatas menjadi barang wajib yang harus terpasang ditiap rumah yang memerlukan listrik. Dan Alhamdulillah Distrik memberikan bantuan seperangkat kelistrikan demikian yang bisa dimanfaatkan oleh masing-masing warga dirumah mereka.
            Wahai Pak Presiden pemimpin Neg’ri, Neg’ri yang permai dengan sejuta kekayaan alam daratan serta lautan. Neg’ri yang 70 tahun “katanya” sudah merdeka. Namun maaf, lokasi Distrik kami mengabdi belum terlihat kabel-kabel dari PLN (PENYUPLAI LISTRIK NEGARA) dan begitupun dengan Distrik-Distrik yang lain tempat mengabdi dengan teman-teman yang lain pula, seperti Distrik Kelila dan Eragayam. Namun kami masih bersyukur masih bisa menikmati energi Ilahi melalui Mentari yang syukur Alhamdulillah masih menampakkan diri yang tersenyum setiap hari.
            Meskipun atap rumah masih original dengan alang-alang kering yang tersusun rapi, sebagai penghambat tetesan air langit Ilahi. Tetaplah terlihat Sell surya diatasnya dengan asap yang keluar melalui sela-sela atap saat memasak atau hanya sekedar menyalakan api unggun didalamnya. Tetap terlihat damai nan indah dirasa. 



            Ukiran cahaya kehangatan
            Bersatu damai sentosa berhamburan
            Sahabat suhu tinggi pedalaman
            Beri warna keindahana serta kenikmatan

            Energy kehidupan Sang Pencipta
            Tersenyum dari timur bumi Nusantara
            Menopang beri kenyamanan kemanfaatan
            Mengukir sejarah menentramkan jiwa

            Tersebab nampak, tak perlu diminta
            Bergerak bersama angin berirama
            Mentari, Energy murni Sang Ilahi
             Bukan dari PLN Ibu Pertiwi


2015
Sahabatmu
Lion :)

ANAK ANAK PEDALAMAN

Sebuah kisah
saat di Papua         


            22 Agustus 2015, menjadi coretan karya pertama kami, 7 Heroes terbangun dengan pukul yang sudah menunjukkan 05.30 WIT sekitar itu, hari sabtu dan belum shalat shubuh, (mohon maklum, baru pertama) hahaha. Dingin pagi itu membuat kami tidak ada yang berani mengambil langkah bersih diri seperti halnya mandi yang kami lakukan setiap pagi. Mungkin sekitar 11 derajat kami rasa suhu pagi itu. Selesai Shalat Subuh kami memasak dengan bahan yang kami beli di Kota Wamena. Seadanya saja, yang penting makan bersama, hehehe.
            Sekitar 07.30 senyum mentari baru mulai tampak di ufuk timur Indonesia. Hangat sekali. Senyuman khas pedalaman terukir diwajah seni pelosok Negeri. Manusia-manusia kecil sekolah berseragam berjalan menyusuri jalanan sawah berbukit  bersama pagi dan mentari. Terlihat seragam merah putih tak bersepatu dengan sebilah kayu. Putih dengan ungu tua celana pendeknya serta putih abu-abu berjalan dari arah yang berbeda dan tak jauh berbeda dengan motif hitam kulit keriting rambutnya, Eitzz... hehehe. Seakan menyambut kami yang baru pertama kali menghirup udara pagi menuju ladang prestasi bangku dan kursi.
            7 Heroes melangkahkan kaki menyusuri jalanan Ilugwa penuh mimpi, mimpi dari anak pelosok Negeri yang belum tau entah kemana nantinya mereka pergi berlari. Langkah awal kami menuju SMA N Ilugwa yang tidak jauh dari BaseCamp tempat kami tinggal. Hanya sekitar 120 an meter jarak tempat kerja kami selama setahun, hehehe. Tiba di SMA yang bangunan temboknya berusia sekitar 1 tahun dengan jumlah 2 unit (1 unit 3 ruangan 6x8 Meter kira-kira). Membuat kami penasaran, dan semakin penasaran dengan jumlah murid yang hanya terlihat 5 kepala waktu itu.
            Belum jelas kami akan berbuat apa pada hari perdana disekolah yang seperti gedung tak berpenghuni, tidak ada guru sama sekali. Maka hanya ada kami dan 5 anak pedalaman tadi yang kemudian masuk ruangan belajar bersama.

Sebilah Parang Anak Pedalaman
            Setelahnya kami dari SMA hari perdana, kami lanjutkan ukiran langkah kecil karya kami menuju SMP N Ilugwa sekitar 10.00 WIT. SMP Tak jauh pula, dari basecamp kami hanya berjarak 50 meter namun dengan arah yang berlawanan dengan SMA. Hanya terlihat seorang bertopi dengan kulit dan berwajah khas Papua. Sebatang kayu ditangannya, pria bertopi dengan senjata tongkat pendeknya. Adalah Pak Lakianus, begitulah nama yang terucap dari suara beliau dengan bibir tebalnya, saat berkenalan dengan kami, hehehe.
            Satu satunya guru yang ada. Bak penjaga villa di perbukitan pariwisata, aduh mamaa, hahaha. Dengan wajah khas timurnya yang menurut kami “sedikit seram”, disapalah anak-anak SMP yang sedang asik bermain bola dilapangan depan sekolah. Seperti memang sudah menjadi suara alarm saat teriakan beliau menolehkan semua muka hitam anak-anak pedalaman berseragam. Berkumpullah mereka di halaman sekolah depan kantor dengan Pak Lakianus sebagai Instrukturnya. Kami pun semua disuruh untuk memperkenalkan diri dengan jaket SM-3T yang masih melekat dibadan kami. Jumlah siswa SMP N Ilugwa hampir sama dengan total kelas 1 di SMP Swasta di Jawa.
            Uwauuwww.... amazing. Alangkah terkejutnya kami ber-7. Hampir 90% dari mereka membawa sebilah parang dengan panjang kurang lebih 1 meter. 70% menakutkan sisanya terlihat unik, hahaha. Menurut informasi dari angkatan sebelumnya yang mengajar di SMP Ilugwa bahwa itu hal yang biasa dan setiap hari mereka pasti akan membawa senjata tajam tanpa sarung. Sebagai alat untuk mencari kayu bakar sepulang sekolah, untuk memasak dirumah bersama keluarga mereka. Sungguh-sungguh me-na-kut-kan, upz... salah, me-nga-gum-kan, hihihi. J
            Saya bersyukur ada Pak Lakianus yang menemani. Mungkin akan berbeda cerita jika hanya kami yang tiba-tiba datang menghampiri puluhan anak bersenjata tajam tanpa keamanan yang menemani, hahaha. Dan berkumpullah kami semua di aula SMP dengan ukuran sekitar 6x8 meter. Semakin mendekat semakin sedikit gemetar tubuh ini merasa, hahaha. mereka melihat kami seperti melihat pertarungan King Khong dengan Dinosaurus dalam filmnya, hahaha. Tatapan tajam muka khas Timur Nusantara, terbuka mata seluas-luasnya, serta tanpa kerut diwajah. Seakan membuat kami merasa seperti pahlawan yang turun menyelamatkan manusia kelaparan di Negeri Ethiopia Afrika. Hahaha, Subhanallaah.
            Lengkaplah sudah. Berbekal buku lusuh, seragam pebuh debu, hitam kulit keriting rambut, sebilah parang di tangan. Sikat kiri sikat kanan begitulh mereka memainkan benda tajam bersahabat saat dijalanan pegunungan. Ayunannya seakan membersihkan rerumputan ataupun ilalang panjang, jalur mereka berangkat serta pulang. Hehehe,  jangan takut teman, mereka tetap tersenyum simpuh bersahabat. J
           
The Power of “KAKI
            Menapak diatas bumi timur pertiwi. Tak beralas, tak pula bersepeda. Kekuatan langkah demi langkah menyusuri perbukitan bahkan pegunungan. Bermodal buku lusuh kau tegar merengkuh ilmu.
            Bumi pedalaman memang memiliki kekuatan alam yang sungguh menawan dan mengagumkan. Alam memberikan power semangat serta niat yang kuat untuk melangkahkan kaki demi apapun yang ingin diraih.
            Senyum mengayun di wajah hitam berseri dengan keriting rambut berurai gelombang melingkar-lingkar bak benang benang jahit yang kusut tak bisa lagi dipakai. Terlihat setiap pagi dari jauh hinggah sampai di sekolah, dan sepertinya tanpa lelah dengan nafas yang biasa saja. Hehehe, semua berjalan dari rumah hingga kesekolah. Ada 1 jam, 2 jam, ada pula yang hampir 3 jam, tanpa sepeda, tanpa bekal makan dan minum mereka. Everyday, 2 jam berarti 4 jam berjalan kaki, pulang dan pergi. Tak terkecuali. SD, SMP, SMA semua sama.
            Tak jarang pula siswa yang meminta ijin tidak masuk saat sekolah, mereka datang hanya untuk mengantar surat ijin ke sekolah dengan perjalanan yang memakan waktu seperti pertandingan sepakbola. Hanya kertas selembar yang dilipat dan saku celana bagian belakang sebagai tempat. Mereka berjalan dengan tanpa keluh kesah dirasa, lelah jiwa maupun raga. Karena memang itulah kehidupan mereka. Dan sudah terbiasa.
            Suatu hari, Elki Walela. Siswa SMA kelas 2 tiba-tiba datang pagi saat mentari masih tersenyum riang kehangatan, datang ke basecamp untuk meminta ijin tidak masuk karena ada duka (ada orang yang meninggal) di anggota keluarganya. Dengan rasa ingin tahu saya, seberapa jauhkah hingga mereka tetap meminta ijin meski kemudian pulang kembali.
            “Rumah kamu jauh dari sini (dari basecamp)” tanya saya.
            “Ah, tidak pak guru, hanya sekitar 2 jam saja saya jalan kaki” sahutnya.
            Kuarahkan pandanganku ke bawah, kulihat kaki yang hitam pekat tak terlihat otot yang menggumpal serta tak ada sandal ataupun sepatu yang melekat. Tak pula terlihat merasa seperti malas meminta ijin, Subhanallah.
            Terdapat pula siswa yang tak beralas kaki. Artinya telapak kaki mereka langsung menyentuh bumi. Bukan maksud mereka anak-anak nakal yang sok unjuk diri, namun tidak ada uang untuk membeli. Terlihat kuku-kuku kaki yang sudah panjang dengan gumpalan tanah diujungnya. Kekurangan tak menghambat keinginan meraih impian meraih ilmu dan harapan perubahan. J

Original Game
            Kehidupan alam yang masih jauh dari jangkauan teknologi dan industri. Ilugwa menyuguhkan keunikan hiburan anak-anak pedalaman. Mungkin 15 tahun yang lalu permainan anak-anak pedesaan seperti baru terlihat disini dan masih bertahan saat ini, atau mungkin akan sampai nanti. Berikut permainan-permainan yang sering dilakukan oleh anak-anak bumi Ilugwa.
a.    Seruling bambu, hanya sepotong bambu dengan panjang sekitar 15 cm berdiamete lubang dalam 1,5 cm. Dengan salah satu bagian ujungnya masih tertutup. Hanya lubang sebelahnya yang menjadi sumber bunyi saat ditiup dari arah samping dengan posisi bambu berdiri, ujung lubang menenpel di bibir bagian bawah. Tiuplah, mereka pasti suka. J
b.    Engkle, permainan garis kotak-kotak di tanah dengan batu atau pecahan genting sebagai peluru pelempar memasuki kotak yang jadi sasaran. Berjumlah 6 kotak berjajar rapi dengan luas total 1,5 x 1 meter. Dimainkan dengan cara mengawali lemparan batu ke kotak paling awal, salah satu kaki diangkat dan kaki satunya mendorong batu ke kotak selanjutnya hingga sampai dikotak terakhir. Ingat, saat kakimu meloncat sambil mendorong batu jangan sampai mengenai garis, jika mengenai garis jangan harap bisa cepat menang. J
c.    Tongkat mobil, permainan yang satu ini terlihat hanya dimainkan oleh kaum adam kecil. Pagi, siang, sore dijalanan. Sebatang kayu ukuran tongkat pramuka, ada yang lebih pendek. Tergantung yang memainkan, anak SD, SMP ataukah anak SMA. Dengan ujung batang yang dipasangi potongan katu seukuran 20 cm. Sehingga akan membentuk hurut T. Terdapat pula 2 potongan sandal yang bebrbentuk seperti roda berdiameter sekitar 10 cm. Terpasang di masing-masing ujung batang yang kecil. Dimainkan dengan cara mendorong tongkat sehingga ujung tongkat beroda akan seperti merasa menyetir mobil kata mereka. J
d.    Batu lima, batu-batu kecil (kerikil) seperti yang dipakai adonan membuat pondasi gedung berjumlah lima dan dimainkan oleh kaum hawa biasanya. Karena tidak terlihat kaum adam memainkannya. Bermain sambil duduk, lempar pelan ke tanah dan ambil satu, lempar keatas kemudian ambil satu kerikil (kerikil di tangan) trus tangkap hasil lemparan saat masih belum jatuh. Berlanjut hingga batu habis dan posisi batu ditangan semua saat lemparan yang terakhir, batu yang dilempar saat lemparan terakhir berjumlah 4. Ada yang jatuh saat melempar berarti harus mengulang dari awal. Ingat, jangan terlalu tinggi saat melempar. J
e.    Egrang, berjalan dengan menaiki 2 bambu seukuran yang diinginkan dengan pijakan dimasing-masing bambunya sebagai tumpuan kaki saat naik. Masing-masing kaki menaiki bambu yang dipegang dengan tangan. Tangan kanan memegang dan kaki kanan menaiki bambu yang kanan. Begitu juga yang kiri. Berjalanlah dengan seimbang, dan nikmati bersama teman. J

Senyum Ramah Riang Pedalaman
            Bertemu anak-anak sekolah everyday membuat kami semakin dekat dengan keunikan sosial yang semakin nyaman di tempat mengabdi. Semua manusia yang kami jumpai selalu memberikan salam, “selamat pagi” saat pagi, “selamat siang” saat siang dan begitulah setiap hari. Tatapan muka hitam manis yang selalu ikhlas tersenyum tanpa pernah absent. Pun anak-anak sekolah yang “se-la-lu” menyapa, bukan saja saat bertemu dijalan, pun saat kami nongkrong di teras basecamp dari kejauhan mereka sudah mengucapkan salam dengan senyuman khas pedalaman, ikhlas dan tanpa rekayasa, karena memang itulah adanya.
            Senyuman kebaikan selalu terpancar disekolah saat kami dalam kondisi mengajar dikelas. Disela-sela pelajaran sering saya menikmati keindahan muka yang alami memperlihatkan gigi putihnya yang sedikit kekuningan. Menjawab pertanyaan, bertanya, atau hanya sekedar berpendapat 2 kata, senyuman terbuka itu tak pernah lupa. Seakan sudah mendarah daging dalam jiwa putra putri Ilugwa, hehehe. Balaslah dengan senyuman maka mereka akan semakin melebarkan senyuman bahkan hingga bersuara riang tertawa. Unik dan semakin asik.
            Banyak keyunikan cerita anak-anak yang masih tersirat di Ilugwa dan akan terus menerus, mungkin sampai nanti hingga akhir usia bumi. J

Amazing Laptop!
            Kehidupan pedalaman dengan teknologi bak ilmu matematika dan biolog yang jauh dari korelasi. Modernisasi yang hanya mungkin 10% mereka ketahui malah membuat kedamaian serta ketentraman hutan timur ini. Handpohne, TAB, komputer, laptop dan internet seakan menjadi barang langka dijumpai disini.
            Ceritanya saya mengajar TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi) di SMA N Ilugwa. SMA yang hanya ada teman-teman SM-3T setiap harinya dalam kelas belajar mengajar, hehehe. Entah, dimanakah pahlawan tanpa tanda jasa yang mendidik putra-putri bangsa ini berada. Sekolah Negeri pedalaman mereka biarkan begitu saja dalam alam keindahan. Sarana sekolah yang terlihat hanya setumpukbuku pelajaran berbasis KTSP di kantor sekolah menjadi mediator satu-satunya dalam semua mata pelajaran. Tidak ada perpustakaan, hanya kantorlah tempat yang menjadi stay and talk everydays.
            Kelas 1 setiap kamis dan kelas 3 setiap jum’at menjadi siswa TIK bersama pak guru Lion yang ganteng alias cakep ini, gua sendiri, hahaha. Jangan heran ketika TIK SMA yang seharusnya materi Desain Grafis menjadi materi perkenalan TIK dan Mincrosoft office. Bukan kami meremehkan kemampuan merekan, namun itulah yang mereka awali untuk mengetahui TIK yang sepertinya materi baru bagi mereka. Sering saya mengulang-ulang menggambar unit komputer dan laptop di papan tulis sebagai pengetahuan mereka terhadap perangkat tersebut.
            Suatu hari saya menjadwalkan materi praktik TIK dengan laptop saya dan teman-teman yang saya pinjam demi aplikasi ilmu untuk pengetahuan mereka tentang TIK. Subhanallah, mereka seperti melihat film pertarungan KingKhong dengan Dinosaurus yang dimenangkan oleh Kingkhong dengan merobek mulut dinosaurus diakhir pertarungan, hahaha. Dengan tarikan nafas yang dalam ditambah mata yang sepertinya tidak berkedip melihat 3 buah laptop tersusun rapi di meja depan kelas. Ada yang tersenyum dengan gigi putih kekuningan sedikit terlihat, ada pula yang menepuk-nepuk pundak teman sebangkunya dengan sedikit kegirangan.
            Saking senangnya dan mungkin mereka belum pernah memakai barang yunik langka di pedalaman seperti ini, mereka menekan huruf-huruf keybboard serta mengeklik mouse secara keras dengan jari-jari yang masih kaku, sedikit gemetar pula, hahaha. Hanya jari telunjuk yang mereka fungsikan saat menari diatas keybboard, bukan mereka sombong unjuk diri, namun itu memang dari ilmu mereka sendiri untuk mengawali, hehehe. Itu pun hanya jari tangan kanan saja yang digunakan, tangan kiri diam. Karena takut melakukan kesalahan saat menekan. Hahaha. Ingat, jangan marah, tetap tersenyumlah untuk mereka. 



            ANAK-ANAK PEDALAMAN

            Menari bersama angin dan mentari
            Berjalan serta berlari diatas bumi Ilahi
            Bersuara bahasa tingkat tinggi Cendrawasih
            Nikmati hari-hari bersama kawan sejati
           
            Menengok mengukir raut senyum asli
            Menyapa pagi, siang, sore, berhari-hari
            Bermain di surga tanpa modernisasi
            Rukun, damai, sentosa tanpa provokasi teknologi

            Goyangkan parang pedalaman aman di tangan
            Bersihkan ilalang penghalang jalanan pergi serta pulang
            Langkahkan kaki penuh semangat kekuatan
            Menggapai mimpi penuh harapan perubahan posi+ive kehidupan
                     

     2015
     Sahabatmu
     Lion :)

HEY! ILUGWA

Sebuah kisah 
saat di Papua

            Seven Heroes @Ilugwa, Mamberamo Tengah, Papua. 7 manusia harimau. Upz,,, bukan. Hahaha, Kami adalah 7 anak manusia dengan latar belakang yang berbeda-beda namun dengan tujuan yang sama. Yap, sebut saja kami Seven Heroes yang nantinya akan turut serta mencerdaskan bangsa sesuai dengan amanat UUD 1945. Eits.. kereenn kaaannn, hehehe. 7 orang yang sebelumnya telah dibagi di Jayapura saat berkumpul dengan kepala dinas Pendidikan Kabupaten Mamberamo Tengah Papua yang menjadi sasaran pelampiasan ilmu-ilmu posi+ive kami. 30 orang datang di Bandara Kota Wamena, dibagi ke 4 Distrik (Kecamatan) di kabupaten Mamberamo Tengah. Mamberamo tengah adalah kabupaten baru yang sebelumnya masih satu kabupaten dengan Jayawijaya dengan ibukota Wamena_nya. Dan gua serta 6 teman akan berangkat menuju Distrik Ilugwa.
            Sekitar 1,5 jam terlantar di Bandara yunik Wamena. Tim 7 Heroes bertemu dengan Pak Heri dan Pk Marton yang sebelumnya sudah di hubungi saat kami di Jayapura. Mereka berdua yang akan mengantarkan kami menuju Distrik sasaran tugas kami selama setahun. Yang menurut informasi dari SM-3T Angkatan IV Distrik Ilugwa adalah Distrik paling keren di Papua dari semua distrik sasaran SM-3T. Rasa penasaran kami membuat nafsu keberangkatan kami tak terhenti, namun bisa dikendalikan. Hehehe. Sebelum menuju Distrik, kami membagi tugas untuk membeli kebutuhan 2 minggu kedepan di pasar kota wamena. Dikarenakan di Distrik belum ada toko-toko penjual bahan makanan, serta jarak dari Distrik ke kota yang jauh ditambah pula jalanan bebatuan naik turun bukit. Selesai belanja, kami pun ready. Dengan minibusnya, Pak Marton dan Pak Heri siap menyajikan pertunjukkan keindahan Nusantara Timur Bagian Tengah. Menuju distrik penugasan kami di Ilugwa.
            Ilugwa adalah 1 diantara 4 distrik yang kami jadikan sebagai lokasi mengabdi.  Dan “katanya” merupakan distrik paling dingin dan amazing. 10-15 menit perjalanan dengan Mini Bus kami belum melihat se_amazing yang dikata. Hanya hamparan sawah dan kebun-kebun yang tertanam ubi seperti dirumah kami. Annndddd... Subhanallah, sekitar 20 menit kemudian kami merasakan seperti memasuki arena tempur Godzilla dan Ultramen dengan bukut-bukit dan gunung-gunung sebagai latar pertempurannya, hahaha. Indah sekali.
            Terasa ingin bernyanyi dengan perjalanan seperti ini. The Energy Ever Days (D’Script) mungkin song yang sangat sesuai dengan latar perjalanan kami menuju lokasi mengabdi. Jalanan sudah hitam seperti di kota, namun tidak banyak terlihat mobil-mobil menjumpai perjalanan kami. 1,5 jam kemudian, jalanan menjadi seperti di iklan Djarum Super dengan mobil Jeepnya, hahaha amazing. Jalanan bebatuan serta pegunungan samping kanan kiri kami dengan awan putih yang menempel diatasnya seperti teman yang setia, seakan memberikan salam kepada kami bahwa lokasi abdi kami memang 3T (terdepan, terluar, dan tertinggal).
            Sekitar 3 jam perjalanan sampailah kami di Distrik (Kecamatan) Ilugwa, Kabupaten Mamberamo Tengah, Papua. Seperti berada di “mangkuk alam” dengan gunung dan perbukitan yang mengelilingi Distrik kami. Mungkin kami seperti sebutir nasi yang berada di bagian dalam tengah mangkuk mie dengan gambar ayam jago, hihihi. Hembusan angin timur yang melambai seakan mengajak kami bermain dan berlari seperti anak-anak kecil di area permainan mall. Seperti mimpi yang belum terlihat arah kemana nanti kami akan pergi serta seperti apa kami nanti.

            Subhanallah,
            Ilugwa dengan bukit tigginya
            Ilugwa dengan awan putihnya
            Ilugwa dengan langit birunya
            Ilugwa dengan hembusan angin mesranya

            Mengajak penuh semangat 45
            Hey, Pengembara datang beri warna dunia
            Menulis, menari, bernyanyi serta membaca
            Dari Ilugwa untuk Nusantara Tercinta

2015
Sahabatmu
Lion
                      

Minggu, 21 Agustus 2016

RINDU_KU

...
Jika dirimu mendapatkan tulisan-tulisan tentangmu dariku, Maafkan...
Sebenarnya itu bukanlah diriku yang menulisnya, Melainkan Rinduku...

Rinduku, yang tak lagi kecil untuk bisa kutahan, ketika ia meronta, Meminta kebebasan...
Rinduku, yang masih sangat polos, untuk bisa diajak berpura_pura...

Rinduku, yang masih kekanak_kanakan dalam bersikap, mencari perhatian...
Rinduku, yang juga masih labil, dalam setiap keputusannya...

Rindu itu pulalah, yang terkadang membisikiku...
"berdoalah, mintalah -dia- yang berada di genggamanNya"...

Pun, diwaktu itu yang lain menahan diriku agar berintropeksi diri...
"sudahkah dirimu merasa pantas meminta -dia- padaNya?"...

Dari,
Sahabat