Selasa, 30 Agustus 2016

ANAK ANAK PEDALAMAN

Sebuah kisah
saat di Papua         


            22 Agustus 2015, menjadi coretan karya pertama kami, 7 Heroes terbangun dengan pukul yang sudah menunjukkan 05.30 WIT sekitar itu, hari sabtu dan belum shalat shubuh, (mohon maklum, baru pertama) hahaha. Dingin pagi itu membuat kami tidak ada yang berani mengambil langkah bersih diri seperti halnya mandi yang kami lakukan setiap pagi. Mungkin sekitar 11 derajat kami rasa suhu pagi itu. Selesai Shalat Subuh kami memasak dengan bahan yang kami beli di Kota Wamena. Seadanya saja, yang penting makan bersama, hehehe.
            Sekitar 07.30 senyum mentari baru mulai tampak di ufuk timur Indonesia. Hangat sekali. Senyuman khas pedalaman terukir diwajah seni pelosok Negeri. Manusia-manusia kecil sekolah berseragam berjalan menyusuri jalanan sawah berbukit  bersama pagi dan mentari. Terlihat seragam merah putih tak bersepatu dengan sebilah kayu. Putih dengan ungu tua celana pendeknya serta putih abu-abu berjalan dari arah yang berbeda dan tak jauh berbeda dengan motif hitam kulit keriting rambutnya, Eitzz... hehehe. Seakan menyambut kami yang baru pertama kali menghirup udara pagi menuju ladang prestasi bangku dan kursi.
            7 Heroes melangkahkan kaki menyusuri jalanan Ilugwa penuh mimpi, mimpi dari anak pelosok Negeri yang belum tau entah kemana nantinya mereka pergi berlari. Langkah awal kami menuju SMA N Ilugwa yang tidak jauh dari BaseCamp tempat kami tinggal. Hanya sekitar 120 an meter jarak tempat kerja kami selama setahun, hehehe. Tiba di SMA yang bangunan temboknya berusia sekitar 1 tahun dengan jumlah 2 unit (1 unit 3 ruangan 6x8 Meter kira-kira). Membuat kami penasaran, dan semakin penasaran dengan jumlah murid yang hanya terlihat 5 kepala waktu itu.
            Belum jelas kami akan berbuat apa pada hari perdana disekolah yang seperti gedung tak berpenghuni, tidak ada guru sama sekali. Maka hanya ada kami dan 5 anak pedalaman tadi yang kemudian masuk ruangan belajar bersama.

Sebilah Parang Anak Pedalaman
            Setelahnya kami dari SMA hari perdana, kami lanjutkan ukiran langkah kecil karya kami menuju SMP N Ilugwa sekitar 10.00 WIT. SMP Tak jauh pula, dari basecamp kami hanya berjarak 50 meter namun dengan arah yang berlawanan dengan SMA. Hanya terlihat seorang bertopi dengan kulit dan berwajah khas Papua. Sebatang kayu ditangannya, pria bertopi dengan senjata tongkat pendeknya. Adalah Pak Lakianus, begitulah nama yang terucap dari suara beliau dengan bibir tebalnya, saat berkenalan dengan kami, hehehe.
            Satu satunya guru yang ada. Bak penjaga villa di perbukitan pariwisata, aduh mamaa, hahaha. Dengan wajah khas timurnya yang menurut kami “sedikit seram”, disapalah anak-anak SMP yang sedang asik bermain bola dilapangan depan sekolah. Seperti memang sudah menjadi suara alarm saat teriakan beliau menolehkan semua muka hitam anak-anak pedalaman berseragam. Berkumpullah mereka di halaman sekolah depan kantor dengan Pak Lakianus sebagai Instrukturnya. Kami pun semua disuruh untuk memperkenalkan diri dengan jaket SM-3T yang masih melekat dibadan kami. Jumlah siswa SMP N Ilugwa hampir sama dengan total kelas 1 di SMP Swasta di Jawa.
            Uwauuwww.... amazing. Alangkah terkejutnya kami ber-7. Hampir 90% dari mereka membawa sebilah parang dengan panjang kurang lebih 1 meter. 70% menakutkan sisanya terlihat unik, hahaha. Menurut informasi dari angkatan sebelumnya yang mengajar di SMP Ilugwa bahwa itu hal yang biasa dan setiap hari mereka pasti akan membawa senjata tajam tanpa sarung. Sebagai alat untuk mencari kayu bakar sepulang sekolah, untuk memasak dirumah bersama keluarga mereka. Sungguh-sungguh me-na-kut-kan, upz... salah, me-nga-gum-kan, hihihi. J
            Saya bersyukur ada Pak Lakianus yang menemani. Mungkin akan berbeda cerita jika hanya kami yang tiba-tiba datang menghampiri puluhan anak bersenjata tajam tanpa keamanan yang menemani, hahaha. Dan berkumpullah kami semua di aula SMP dengan ukuran sekitar 6x8 meter. Semakin mendekat semakin sedikit gemetar tubuh ini merasa, hahaha. mereka melihat kami seperti melihat pertarungan King Khong dengan Dinosaurus dalam filmnya, hahaha. Tatapan tajam muka khas Timur Nusantara, terbuka mata seluas-luasnya, serta tanpa kerut diwajah. Seakan membuat kami merasa seperti pahlawan yang turun menyelamatkan manusia kelaparan di Negeri Ethiopia Afrika. Hahaha, Subhanallaah.
            Lengkaplah sudah. Berbekal buku lusuh, seragam pebuh debu, hitam kulit keriting rambut, sebilah parang di tangan. Sikat kiri sikat kanan begitulh mereka memainkan benda tajam bersahabat saat dijalanan pegunungan. Ayunannya seakan membersihkan rerumputan ataupun ilalang panjang, jalur mereka berangkat serta pulang. Hehehe,  jangan takut teman, mereka tetap tersenyum simpuh bersahabat. J
           
The Power of “KAKI
            Menapak diatas bumi timur pertiwi. Tak beralas, tak pula bersepeda. Kekuatan langkah demi langkah menyusuri perbukitan bahkan pegunungan. Bermodal buku lusuh kau tegar merengkuh ilmu.
            Bumi pedalaman memang memiliki kekuatan alam yang sungguh menawan dan mengagumkan. Alam memberikan power semangat serta niat yang kuat untuk melangkahkan kaki demi apapun yang ingin diraih.
            Senyum mengayun di wajah hitam berseri dengan keriting rambut berurai gelombang melingkar-lingkar bak benang benang jahit yang kusut tak bisa lagi dipakai. Terlihat setiap pagi dari jauh hinggah sampai di sekolah, dan sepertinya tanpa lelah dengan nafas yang biasa saja. Hehehe, semua berjalan dari rumah hingga kesekolah. Ada 1 jam, 2 jam, ada pula yang hampir 3 jam, tanpa sepeda, tanpa bekal makan dan minum mereka. Everyday, 2 jam berarti 4 jam berjalan kaki, pulang dan pergi. Tak terkecuali. SD, SMP, SMA semua sama.
            Tak jarang pula siswa yang meminta ijin tidak masuk saat sekolah, mereka datang hanya untuk mengantar surat ijin ke sekolah dengan perjalanan yang memakan waktu seperti pertandingan sepakbola. Hanya kertas selembar yang dilipat dan saku celana bagian belakang sebagai tempat. Mereka berjalan dengan tanpa keluh kesah dirasa, lelah jiwa maupun raga. Karena memang itulah kehidupan mereka. Dan sudah terbiasa.
            Suatu hari, Elki Walela. Siswa SMA kelas 2 tiba-tiba datang pagi saat mentari masih tersenyum riang kehangatan, datang ke basecamp untuk meminta ijin tidak masuk karena ada duka (ada orang yang meninggal) di anggota keluarganya. Dengan rasa ingin tahu saya, seberapa jauhkah hingga mereka tetap meminta ijin meski kemudian pulang kembali.
            “Rumah kamu jauh dari sini (dari basecamp)” tanya saya.
            “Ah, tidak pak guru, hanya sekitar 2 jam saja saya jalan kaki” sahutnya.
            Kuarahkan pandanganku ke bawah, kulihat kaki yang hitam pekat tak terlihat otot yang menggumpal serta tak ada sandal ataupun sepatu yang melekat. Tak pula terlihat merasa seperti malas meminta ijin, Subhanallah.
            Terdapat pula siswa yang tak beralas kaki. Artinya telapak kaki mereka langsung menyentuh bumi. Bukan maksud mereka anak-anak nakal yang sok unjuk diri, namun tidak ada uang untuk membeli. Terlihat kuku-kuku kaki yang sudah panjang dengan gumpalan tanah diujungnya. Kekurangan tak menghambat keinginan meraih impian meraih ilmu dan harapan perubahan. J

Original Game
            Kehidupan alam yang masih jauh dari jangkauan teknologi dan industri. Ilugwa menyuguhkan keunikan hiburan anak-anak pedalaman. Mungkin 15 tahun yang lalu permainan anak-anak pedesaan seperti baru terlihat disini dan masih bertahan saat ini, atau mungkin akan sampai nanti. Berikut permainan-permainan yang sering dilakukan oleh anak-anak bumi Ilugwa.
a.    Seruling bambu, hanya sepotong bambu dengan panjang sekitar 15 cm berdiamete lubang dalam 1,5 cm. Dengan salah satu bagian ujungnya masih tertutup. Hanya lubang sebelahnya yang menjadi sumber bunyi saat ditiup dari arah samping dengan posisi bambu berdiri, ujung lubang menenpel di bibir bagian bawah. Tiuplah, mereka pasti suka. J
b.    Engkle, permainan garis kotak-kotak di tanah dengan batu atau pecahan genting sebagai peluru pelempar memasuki kotak yang jadi sasaran. Berjumlah 6 kotak berjajar rapi dengan luas total 1,5 x 1 meter. Dimainkan dengan cara mengawali lemparan batu ke kotak paling awal, salah satu kaki diangkat dan kaki satunya mendorong batu ke kotak selanjutnya hingga sampai dikotak terakhir. Ingat, saat kakimu meloncat sambil mendorong batu jangan sampai mengenai garis, jika mengenai garis jangan harap bisa cepat menang. J
c.    Tongkat mobil, permainan yang satu ini terlihat hanya dimainkan oleh kaum adam kecil. Pagi, siang, sore dijalanan. Sebatang kayu ukuran tongkat pramuka, ada yang lebih pendek. Tergantung yang memainkan, anak SD, SMP ataukah anak SMA. Dengan ujung batang yang dipasangi potongan katu seukuran 20 cm. Sehingga akan membentuk hurut T. Terdapat pula 2 potongan sandal yang bebrbentuk seperti roda berdiameter sekitar 10 cm. Terpasang di masing-masing ujung batang yang kecil. Dimainkan dengan cara mendorong tongkat sehingga ujung tongkat beroda akan seperti merasa menyetir mobil kata mereka. J
d.    Batu lima, batu-batu kecil (kerikil) seperti yang dipakai adonan membuat pondasi gedung berjumlah lima dan dimainkan oleh kaum hawa biasanya. Karena tidak terlihat kaum adam memainkannya. Bermain sambil duduk, lempar pelan ke tanah dan ambil satu, lempar keatas kemudian ambil satu kerikil (kerikil di tangan) trus tangkap hasil lemparan saat masih belum jatuh. Berlanjut hingga batu habis dan posisi batu ditangan semua saat lemparan yang terakhir, batu yang dilempar saat lemparan terakhir berjumlah 4. Ada yang jatuh saat melempar berarti harus mengulang dari awal. Ingat, jangan terlalu tinggi saat melempar. J
e.    Egrang, berjalan dengan menaiki 2 bambu seukuran yang diinginkan dengan pijakan dimasing-masing bambunya sebagai tumpuan kaki saat naik. Masing-masing kaki menaiki bambu yang dipegang dengan tangan. Tangan kanan memegang dan kaki kanan menaiki bambu yang kanan. Begitu juga yang kiri. Berjalanlah dengan seimbang, dan nikmati bersama teman. J

Senyum Ramah Riang Pedalaman
            Bertemu anak-anak sekolah everyday membuat kami semakin dekat dengan keunikan sosial yang semakin nyaman di tempat mengabdi. Semua manusia yang kami jumpai selalu memberikan salam, “selamat pagi” saat pagi, “selamat siang” saat siang dan begitulah setiap hari. Tatapan muka hitam manis yang selalu ikhlas tersenyum tanpa pernah absent. Pun anak-anak sekolah yang “se-la-lu” menyapa, bukan saja saat bertemu dijalan, pun saat kami nongkrong di teras basecamp dari kejauhan mereka sudah mengucapkan salam dengan senyuman khas pedalaman, ikhlas dan tanpa rekayasa, karena memang itulah adanya.
            Senyuman kebaikan selalu terpancar disekolah saat kami dalam kondisi mengajar dikelas. Disela-sela pelajaran sering saya menikmati keindahan muka yang alami memperlihatkan gigi putihnya yang sedikit kekuningan. Menjawab pertanyaan, bertanya, atau hanya sekedar berpendapat 2 kata, senyuman terbuka itu tak pernah lupa. Seakan sudah mendarah daging dalam jiwa putra putri Ilugwa, hehehe. Balaslah dengan senyuman maka mereka akan semakin melebarkan senyuman bahkan hingga bersuara riang tertawa. Unik dan semakin asik.
            Banyak keyunikan cerita anak-anak yang masih tersirat di Ilugwa dan akan terus menerus, mungkin sampai nanti hingga akhir usia bumi. J

Amazing Laptop!
            Kehidupan pedalaman dengan teknologi bak ilmu matematika dan biolog yang jauh dari korelasi. Modernisasi yang hanya mungkin 10% mereka ketahui malah membuat kedamaian serta ketentraman hutan timur ini. Handpohne, TAB, komputer, laptop dan internet seakan menjadi barang langka dijumpai disini.
            Ceritanya saya mengajar TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi) di SMA N Ilugwa. SMA yang hanya ada teman-teman SM-3T setiap harinya dalam kelas belajar mengajar, hehehe. Entah, dimanakah pahlawan tanpa tanda jasa yang mendidik putra-putri bangsa ini berada. Sekolah Negeri pedalaman mereka biarkan begitu saja dalam alam keindahan. Sarana sekolah yang terlihat hanya setumpukbuku pelajaran berbasis KTSP di kantor sekolah menjadi mediator satu-satunya dalam semua mata pelajaran. Tidak ada perpustakaan, hanya kantorlah tempat yang menjadi stay and talk everydays.
            Kelas 1 setiap kamis dan kelas 3 setiap jum’at menjadi siswa TIK bersama pak guru Lion yang ganteng alias cakep ini, gua sendiri, hahaha. Jangan heran ketika TIK SMA yang seharusnya materi Desain Grafis menjadi materi perkenalan TIK dan Mincrosoft office. Bukan kami meremehkan kemampuan merekan, namun itulah yang mereka awali untuk mengetahui TIK yang sepertinya materi baru bagi mereka. Sering saya mengulang-ulang menggambar unit komputer dan laptop di papan tulis sebagai pengetahuan mereka terhadap perangkat tersebut.
            Suatu hari saya menjadwalkan materi praktik TIK dengan laptop saya dan teman-teman yang saya pinjam demi aplikasi ilmu untuk pengetahuan mereka tentang TIK. Subhanallah, mereka seperti melihat film pertarungan KingKhong dengan Dinosaurus yang dimenangkan oleh Kingkhong dengan merobek mulut dinosaurus diakhir pertarungan, hahaha. Dengan tarikan nafas yang dalam ditambah mata yang sepertinya tidak berkedip melihat 3 buah laptop tersusun rapi di meja depan kelas. Ada yang tersenyum dengan gigi putih kekuningan sedikit terlihat, ada pula yang menepuk-nepuk pundak teman sebangkunya dengan sedikit kegirangan.
            Saking senangnya dan mungkin mereka belum pernah memakai barang yunik langka di pedalaman seperti ini, mereka menekan huruf-huruf keybboard serta mengeklik mouse secara keras dengan jari-jari yang masih kaku, sedikit gemetar pula, hahaha. Hanya jari telunjuk yang mereka fungsikan saat menari diatas keybboard, bukan mereka sombong unjuk diri, namun itu memang dari ilmu mereka sendiri untuk mengawali, hehehe. Itu pun hanya jari tangan kanan saja yang digunakan, tangan kiri diam. Karena takut melakukan kesalahan saat menekan. Hahaha. Ingat, jangan marah, tetap tersenyumlah untuk mereka. 



            ANAK-ANAK PEDALAMAN

            Menari bersama angin dan mentari
            Berjalan serta berlari diatas bumi Ilahi
            Bersuara bahasa tingkat tinggi Cendrawasih
            Nikmati hari-hari bersama kawan sejati
           
            Menengok mengukir raut senyum asli
            Menyapa pagi, siang, sore, berhari-hari
            Bermain di surga tanpa modernisasi
            Rukun, damai, sentosa tanpa provokasi teknologi

            Goyangkan parang pedalaman aman di tangan
            Bersihkan ilalang penghalang jalanan pergi serta pulang
            Langkahkan kaki penuh semangat kekuatan
            Menggapai mimpi penuh harapan perubahan posi+ive kehidupan
                     

     2015
     Sahabatmu
     Lion :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar